Mindset seorang entrepreneur adalah suka mencari masalah, tentu saja untuk diselesaikan. Seperti kita tahu, salah satu penyakit dari masyarakat kita adalah suka melarikan diri dari masalah (termasuk penulis sendiri).
Karena ada begitu banyak chaos di Indonesia, seharusnya entrepreneur atau wirausaha ini bisa menjadi sangat mudah. Tetapi lagi-lagi fakta berkata lain. Indonesia termasuk salah satu negara yang paling sulit dalam hal mendapatkan modal untuk memulai wirausaha jika dibanding negara-negara lain. Sebuah ironi bukan? Sehingga banyak terjadi fenomena “Big Vision, Empty Wallet”. Banyak dari kita yang punya ide-ide besar, tapi terbelenggu masalah finansial. Makanya kita ketinggalan.
Contoh kasus mindset entrepreneur, ketika ada bencana alam di suatu daerah. Kira-kira apa yang dibutuhkan oleh para korban bencana? Mereka pasti membutuhkan rumah baru. Seorang entrepreneur akan datang membantu mendirikan rumah sederhana untuk para korban bencana alam, menjualnya dengan harga yang terjangkau & boleh dicicil selama 10 tahun misalnya. Atau menyediakan dana bantuan modal wirausaha dengan sistem pembagian saham, untuk membantu orang-orang tersebut memperoleh kembali penghasilan hidup.
Jadi seorang entrepreneur sejati bukanlah mereka yang mengais untung sebesar-besarnya di atas penderitaan orang lain, tetapi mereka yang bisa menjadi problem solving, bahkan jika harus menjual dengan harga yang murah. Dan kau tahu? ternyata hal tersebut justru mengundang banyak peminat, dan uang pun akan mengikuti dengan sendirinya. Seperti kita tahu, saat ini dunia lebih banyak membutuhkan para entrepreneur yang menciptakan lapangan kerja, alih-alih para pencari kerja.
Dari sisi penghasilan, ada perbedaan yang mencolok antara pajak penghasilan yang dibebankan kepada seorang pegawai & pemilik bisnis (korporasi) :
PEGAWAI : bekerja --> dapat penghasilan --> dipotong pajak dulu –> nah, sisanya untuk belanja kita
KORPORASI : bekerja --> dapat penghasilan --> dibelanjakan dulu --> nah, sisanya baru dipotong pajak
Inilah cara orang-orang kaya menyiasati pajak secara legal, yaitu dengan korporasi. Persentase pajak yang dibayar pemilik bisnis (korporasi) jauh lebih kecil dibanding pegawai. Kekayaan mereka bukan tersimpan dalam bentuk uang, tapi dalam bentuk aset-aset perusahaan. Jadi perlu kita sama-sama tahu seorang karyawan / pegawai itu tidak akan pernah makmur. Sebesar apapun gaji mereka, misal seperti gaji dokter, bahkan sebelum uang sempat kita lihat sekalipun akan dipotong sekitar 10% terlebih dulu, yang dikenal sebagai pajak penghasilan.
Bahkan sudah menjadi penyakit orang-orang miskin, semakin besar gajinya, semakin banyak pula pengeluaran untuk belanja. Misalnya untuk membeli motor dengan cara kredit, kredit motor, kredit mobil, kredit rumah. Setelah ditotal, dan dipotong berbagai macam tagihan pajak, bunga kredit, motor, mobil, rekening listrik, hipotik, dll, maka..
Jeng jengjreeng!!! sisanya tidak lebih dari 50% saja dari gaji kita untuk menikmati hidup atau diluar kepentingan tagihan-tagihan tadi. Jatah kita hanya tinggal 50% saja untuk makan, untuk menghidupi keluarga, untuk sedekah dll..
Tetapi perlakuan berbeda diberikan kepada para pemilik bisnis (perusahaan). Sebelum dipotong pajak, mereka bebas berbelanja terlebih dahulu untuk biaya operasional, membeli aset-aset perusahaan, seperti properti, aksesories perusahaan, termasuk mengatur besar kecilnya gaji karyawan sesuka hati, bahkan mengatur gaji diri sendiri jika kita sebagai presiden direkturnya.
Dalam tahap belajar, kita memang harus magang terlebih dahulu di perusahaan orang lain. Ada 3 tahapan orang dalam belajar : Amati, Tiru & Modifikasi. Mengamati & meniru merupakan tahapan belajar. Tapi seseorang belum bisa dikatakan bener-bener mengerti sesuatu sebelum mereka berhenti meniru & mulai menemukan sesuatu yang menjadi ciri khasnya sendiri (modifikasi).
Seorang dokter memang harus kerja terlebih dulu sebagai pegawai dirumah sakit, baru di kemudian hari bisa punya rumah sakit sendiri. Seorang pengajar magang sebagai guru di sekolah, sebelum akhirnya bisa punya sekolah sendiri. Seperti kata pakar marketing Prof. Rhenald Kasali dari Universitas Indonesia “Apapun profesi anda, pelajarilah sistem bisnisnya!”
Menurut para pengusaha sukses, menjadi wirausaha itu memang sulit di awal. Seperti rugi, ditipu orang, tidak untung-untung & serangkaian kasus-kasus kegagalan yang lain. Tetapi ketika sistemnya sudah berjalan. Maka kebebasan finansial & kebebasan waktu pribadi pun bisa kita dapatkan.
Kisah nabi Muhammad juga bisa menjadi pelajaran. Sejak umur 8 tahun hingga 40 tahun beliau sudah berwirausaha, belajar berdagang dari pamannya dari satu negeri ke negeri yang lain. Pengalaman wirausahanya itu menjadikan beliau menjadi seorang pemimpin yang tangguh yang menjadi problem solver bagi umat manusia.
Nabi muhammad terbiasa berdagang keliling negeri sehingga tau seluk beluk masyarakat saat itu & apa yang dibutuhkan mereka. Dia tahu bagaimana cara merayu pelanggan, bagaimana dengan merendah dia bisa menjadi yang tertinggi. Dia tahu kapan saat yang bagus buat berdagang, misal saat perayaan hari raya & perayaan hari-hari besar. Dia juga pintar membaca alam, sebagai penunjuk arah ada matahari yang terbit dari timur & tenggelam di barat, ada juga rasi bintang sebagai penunjuk arah di malam hari.
Di tengah-tengah bisnis yang penuh dengan "permainan uang”, beliau dikenal kredibilitasnya sebagai pedagang yang dapat dipercaya (Al-Amin). Begitu pula kisah para sahabat yang hampir 24 jam mendedikasikan waktunya untuk mendampingi Rasulullah berdakwah. Apakah mereka tidak kerja? Tapi bukankah Abu Bakar pernah mensedekahkan 100% harta kekayaannya & Umar bin Khattab 50% harta kekayaannya untuk membiayai perang? Dari mana asal harta mereka?
Namun, jangan disamakan dengan para pejabat kita, para sahabat tidak mungkin korupsi. Ternyata dibelakang, mereka punya sistem bisnis yang bisa berjalan tanpa mereka harus bekerja sekalipun. Jadi, kalaupun hari ini rekening dikuras habis untuk biaya perang, “mesin uang otomatis” akan menghasilkan uang kembali keesokan harinya. Rezeki mereka sudah dijamin oleh Allah SWT. Mereka adalah para pemegang saham bisnis sebuah perusahaan.
Rasulullah SAW telah memberikan keteladanan yang sempurna kepada kita semua tentang bagaimana mindset entrepreneur ini bisa menjadi problem solving bagi seluruh alam. Seperti yang termuat dalam Al Qur’an surat Al Anbiya ayat 107, yang berbunyi “Kami tidak mengutus engkau, wahai Muhammad, melainkan rahmatan lil ‘alamin (sebagai rahmat bagi seluruh manusia)”
-END-
0 comments :
Posting Komentar