Pada awalnya, manusia
mengenal Tuhan (GOD) sebagai sesuatu yg bisa memberikan mereka ketenangan dan
keselamatan, sebagai tempat bergantung dari segala sesuatu di luar kendali
manusia.
Dalam bahasa Arab iman (faith) berasal dari kata amina yg berarti yakin,
percaya dan amaana yg berarti tenang, aman dan mengamankan. Dari situ kita bisa
memaknai iman sebagai sebuah keyakinan yang dijadikan prinsip hidup tertinggi
manusia.
Jadi setiap orang punya iman,
bahkan bagi mereka yg mengaku tidak percaya terhadap Tuhan sekalipun. Tentu
saja sesuai dengan persepsi mereka masing-masing. Sehingga, bagi mereka yg
berfikiran sempit, Tuhan dimaknai sebatas sesuatu yang terjangkau oleh rasio
akal pikiran manusia. Namun sejauh mana manusia mendefinisikan Tuhan, sejauh
itu pula kita mengukur kualitas seorang manusia.
Ada yang menjadikan ‘patung’
sebagai Tuhan mereka, sehingga dalam setiap pengambilan keputusan dalam hidup,
berdasarkan ketetapan dari sang patung. Memang patung tidak bisa memberikan
manfaat apapun bagi kehidupan manusia. Namun ketika manusia membuat ketetapan /
hukum yang mengatur hidup mereka dengan mengatasnamakan sang patung, secara
tidak langsung mereka menjadikan patung tersebut sebagai Tuhan mereka.
Ada yang menjadikan
benda-benda langit sebagai Tuhan, misal : bintang di langit. Alasannya
tidak lain karena bisa memberi petunjuk di saat gelap gulita, sehingga manusia
tidak tersesat di malam hari. Atau bahkan menjadikan matahari sebagai Tuhan karena lebih
besar dan lebih berkuasa dibanding benda-benda langit yang lain..
Ada yang menjadikan ‘api’
sebagai Tuhan. Dan mengapa masih banyak orang yang bisa menerima konsep ini
menjadi tidak aneh, ketika bahkan di dalam agama-agama samawi pun kita ketahui
Musa menerima sepuluh perintah Tuhan (Ten Comandements) dari api yang
dilihatnya di lembah suci.
Bagi manusia-manusia pilihan (Nabi & Rasul),
memang tidak bisa kita pungkiri bahwa itu memang salah satu cara
Tuhan berkomunikasi kepada mereka, yaitu dari berbagai macam pertanda (simbol)
dalam segenap ciptaan-Nya di alam semesta.
Spiritualitas (spirit=ruh)
menjadi lebih kabur di zaman modern ketika manusia terfokus untuk memuaskan
jasad, namun lalai menjaga ruh-nya agar tetap sehat. Sehingga manusia mulai
melupakan 'hati nurani' yang terpancar dari dalam ruh, karena disibukkan akan
kebutuhan 'materi' sebagai pemuas jasad mereka. Muncullah 'Tuhan' bagi manusia
dalam bentuknya yang terbaru.
Sehingga di zaman modern ini
kita kenal 3F (Food, Fashion, and Fun) dalam bentuknya yang sangat canggih dan
mutakhir. Tentu saja penggunaannya atas ketiganya, mencerminkan pula kualitas
hidup seorang manusia.
Seperti makanan (food) apa saja yang menyehatkan atau
hanya sekedar ‘terlihat menyehatkan’, pakaian (fashion) mana saja yang pantas
dipakai saat di depan umum atau di dalam area rumahnya sendiri, dan juga
kesenangan (fun) apa saja yang bermanfaat bagi sesama manusia atau hanya untuk
nafsu pribadi ’nya’ saja..
Dan di era kapitalisme,
dimana hampir di semua aspek hidup kita dikapitalisasi, uang muncul sebagai
Tuhan bagi manusia modern. Seperti kita tahu, sejak tahun 1971 AS mulai
melepaskan dolar dari standar emas dan mulai menyebarkan dolar tanpa didukung
apapun, karena uang kertas bisa dicetak dengan sangat mudah oleh bank bahkan dari udara
kosong sekalipun, yang kita kenal sebagai sistem riba.
Namun, beberapa keluarga
terkaya di dunia mulai mencuri start & mengambil posisi yang mantap di atas
sistem ekonomi saat ini. Mereka mengumpulkan emas, minyak & intan berlian dari seluruh
cadangan yang ada di negara-negara dunia, dan menyebarkan uang kertas mereka.
Sehingga ketika suatu saat krisis, keluarga ini akan tetap berkelimpahan karena
landasan ekonomi yang kuat, sedangkan orang lain yang tertinggal akan tetap
hidup dalam kondisi memprihatinkan tanpa dukungan bahkan hanya untuk sekedar
bertahan hidup.
Entah dengan cara yang
kurang dimengerti oleh kebanyakan dari kita, para kapitalis dunia mengenal
mereka dengan sebutan ‘Almighty G.O.D’..
..to be continued. Insya Allah! Read PART-1| PART-3
0 comments :
Posting Komentar